Blog Archive
About Me
Tuhan......... memberi Pelangi di setiap air mata..
Alunan merdu di setiap helaan nafas..
Berkat di setiap cobaan..
Dan jawaban indah di setiap doa..
Alunan merdu di setiap helaan nafas..
Berkat di setiap cobaan..
Dan jawaban indah di setiap doa..
Diberdayakan oleh Blogger.
GBKP
PERMATA
Comunity
03 Agustus 2010
PERNIKAHAN ADAT KARO
Ada beragam sistem pernikahan di Indonesia antara lain :
1.Sistem Endogami.
Pada sistem ini, seseorang hanya diperbolehkan kawin dalam keluarganya sendiri. Di Indonesia contoh perkawinan seperti ini menurut "Van Vollenhoven" hanya terdapat di Toraja saja (Surojo Wignodipuro, SH. 1973 : 152).
2.Sistem Exogami.
Pada sistem iniseseorang diharuskan kawin dengan orang lain diluar marganya (clannya) atau keluarganya. Perkawinan demikian terdapat juga di daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru dan Seram. (Surojo Wignodipuro, SH. 1973 : 152).
3.Sistem Eleutherogami.
Pada Sistem ini tidak dikenal larangan atau keharusan untuk kawin dengan kelompok tertentu. Larangan-larangan yang ada hanyalah yang bertalian dengan ikatan darah atau kekeluargaan (turunan) yang dekat.
Sistem perkawinan seperti ini terdapat juga di Aceh, Sumatera Bagian Timur, Bangka Belitung, Kalimantan, Minahasa, Sulawesi Selatan, Ternate, Irian Barat, Timor, Bali, Lombok, dan seluruh Jawa Madura.
Untuk Sistem Perkawinan pada masyarakat Karo terdiri dari :
1. Sistem Perkawinan pada Merga Gonting, Karo - karo dan Tarigan.
Pada merga-merga (baca : marga) diatas, berlaku sistem perkawinan exogami murni, dimana mereka yang berasal dari sub-sub merga Ginting, Karo-Karo dan Tarigan diharuskan kawin dengan orang lain dari luar merganya, atau dilarang kawin semarga.
2. siste Perkawinan Pada Merga Perangin - angin dan Sembiring.
Sistem perkawinan pada kedua merga ini adalah elutherogami terbatas. Adapun letak keterbatasannya adalah seseorang dari merga tertentu Perangin-angin atau Sembirirng diperbolehkan kawin dengan orang dari merga yang sama, tetapi sub merga (lineagea)-nya berbeda.
Misalnya dalam merga Perangin-angin, antara Bangun dengan Sebayang, atau antara Kuta Buluh dengan Sebayang.
Demikian juga di dalam merga Sembiring, antara Brahmana dengan Meliala, antara Pelawi dengan Depari, dan sebagainya.
Larangan Perkawinan dengan orang dari luar merga (clan)-nya tidak dikenal, kecuali antara Sebayang dengan Sitepu, atau antara Sinulingga dengan Tekang, yang disebut sejanji atau berdasarkan sebuah perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya, dimana mereka telah mengadakan perjanjian untuk tidak saling kawin-mengawini. Eleutherogami terbatas ini menunjukkan bahwa merga bukan sebagai hubungan geneakolongis, dan asal-usul sub merga tidak sama.
Disari dari Adat Karo, karya Darwin Prinst, SH., terbitan Kongres Kebudayaan Karo, Medan 1996.
Berdasarkan jumlah isteri dikenal perkawinan monogami dan poligami. Perkawinan poligami biasanya terjadi karena :
- tidak mendapat keturunan
- tidak memperoleh keturunan laki-laki
- saling mencintai
- tidak ada kecocokan dengan isteri pertama
- meneruskan hubungan kekeluargaan
Berdasarkan proses terjadinya perkawinan, dapat dibagi atas perkawinan suka sama suka (saling mencintai) dan perkawinan atas dasar prakarsa atau peranan orang tua (baca : dijodohkan), yang biasanya terjadi untuk mempertahankan hubungan kekeluargaan atau karena seorang wanita telah hamil.
Berdasarkan status dari pihak yang kawin, dapat dibagi menjadi :
I. Gancih Abu (ganti tikar). Yaitu bila seorang wanita menikah dengan seorang pria untuk menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai isteri. Hal ini biasanya terjadi untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak pada perkawinan pertama, dan juga untuk menjaga keutuhan harta dari perkawinan pertama.
II. Lako Man (turun ranjang). Yaitu apabila seorang pria kawin dengan seorang wanita yang tadinya adalah bekas isteri saudaranya yang telah meninggal dunia.
Adapun jenis-jenis dari Lako Man adalah :
Mindo Nakan.
Yaitu suatu perkawinan antara seorang pria dengan wanita mantan isteri saudara ayahnya.
Mindo Cina.
Yaitu perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang secara tutur adalah neneknya.
-Kawin Ciken.
Perkawinan antara seorang pria dengan wanita mantan isteri ayah/saudaranya yang telah dijanjikan sebelumnya. Hal ini terjadi pada zaman dahulu disebabkan seorang wanita yang masih sangat muda dikawinkan dengan pria yang sudah tua, lalu dibuat perjanjian bahwa salah seorang dari putra/saudaranya sebagai ciken (tongkat) apabila suaminya kelak meninggal dunia.
Pada jaman dahulu bila seseorang memiliki dua orang isteri dan salah seorang diantaranya belum memiliki keturunan laki-laki, dan pada pihak yang lain, salah seorang saudara dari suaminya belum memiliki isteri, maka isteri yang belum memiliki keturunan laki-laki tersebut dapat disahkan menjadi isteri saudara suaminya tersebut, dengan harapan agar tetep terpeliharanya hubungan kekeluargaan dengan pihak wanita, dan diperolehnya keturunan dengan suami barunya. Contohnya lihat dalam kasus Pustaka Kembaren dan cerita Pincawan dan Lambing (Sebayang). Hal itulah yang terjadi dalam merga Sebayang dan Pencawan dan Kembaren (Sijagat) dengan Kembaren Perti.
Ngalih. Yaitu lako man kepada isteri abang (kaka).
Ngianken. Yaitu lako man kepada isteri adik (agi).
III. Piher Tendi/Erbengkila bana. Adalah perkawinan antara orang yang menurut tutur, si wanita memanggil bengkila kepada suaminya. Di daerah Karo Langkat ini disebut perkawinan Piher Tendi.
Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekeluargaan, dikenal empat jenis perkawinan yakni :
4.Petuturken.
Suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang pria dan wanita yang bukan 'rimpal'. Perkawinan demikian diperbolehkan oleh adat sejauh tidak ada larangan seperti : erturang (satu merga) untuk Ginting, Karo-Karo dan Tarigan, kecuali Perangin-angin dan Sembiring. Dimana sub merga Perangin-angin yaitu Sebayang diperbolehkan kawin dengan Kuta Buluh/Sukatendel, Bangun dengan Sebayang dan lainnya. Juga dalam sub merga Sembiring, antara Sembiring Brahmana dengan Meliala.
5.Erdemu Bayu.
Perkawinan antara seorang pria dan wanita dimana ayah si wanita bersaudara dengan ibu si pria, yang dalam tutur mereka disebut 'rimpal'. Atau si wanita disebut beru puhun atau beru singumban dari pria, dan perkawinan seperti inilah yang diharapkan dalam adat Karo.
6.Merkat Sinuan.
Adalah sebuah perkawinan yang dilangsungkan antara seorang pria dan wanita puteri dari 'puang kalimbubunya'. Perkawinan seperti ini biasanya sangat dihindarkan dalam adat karena tutur mereka adalah 'erturangku'.
7.La Arus.
Adalah perkawinan antara pria dengan wanita yang secara adat adalah terlarang, seperti mengawini turang, turang impal atau puteri anak beru. Untuk melangsungkan perkawinan seperti ini harus ada sanksi adat, seperti terjadi pada rumah empat tundok di Kuta Buluh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar